Malam Kamis (30/09) Kuliah Syariah Pondok Pesantren Sidogiri menggelar kajian tafsir bersama KH. Bahauddin Nursalim. Bertempat di ruang Auditorium Sekretariat lantai II, acara yang menjadi agenda rutin Kuliah Syariah ini dihadiri oleh beberapa keluarga sidogiri dan beberapa santri Aliyah Pondok Pesantren Sidogiri.
Dalam acara dimaksud, Gus Baha menjelaskan mengenai ‘ibarat “al-Ibrah bi-Umumil-Lafdzi la bi-Khususis-Sabab” yang ada di berbagai kitab tafsir.
Baca juga: Beberapa Proyek Pondok Pesantren Sidogiri
Ulama asal rembang ini menjelaskan bahwa al-Quran itu merupakan ‘Khithabun lil-am’ (siapa saja terkena khitabnya al-Quran). Namun juga ada problem, jika khususis-sabab tidak dimasukkan pada disiplin ilmu tafsir maka juga berpotensi berbahaya. Semisal ayat:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Jika kita menggunakan ‘bi-Umumil-Lafdzi’ maka kita boleh salat menghadap ke arah mana pun meninjau keumuman lafadz ayat tersebut, sehingga ulama berdebat, apakah mengkaji sebab itu mengikat atau tidak.
Baca juga: Launching Mushaf al-Miftah
Menyikapi hal itu kita perlu mengetahui, benarkah suatu kejadian menjadi sebab turunnya ayat. “Hal ini juga berpotensi tidak benar karena al-Quran jauh lebih dulu ada (qadim), sedangkan kejadian yang menjadi penyebab turunnya ayat itu baru. Mana mungkin sesuatu yang baru menyebabkan adanya sesuatu yang qadim.” Ungkap putera KH. Nursalim ini.
Baca juga: Evaluasi; Sidogiri.Net Perlukah Perubahan?
Kesimpulan dari keterangan beliau, kalamullah itu ada terlebih dahulu, kemudian sebagian kejadian yang baru itu masuk pada bagian keumuman lafadz, bukan menyebabkan turunnya ayat. Tidak mungkin sesuatu yang baru menyebabkan adanya sesuatu yang qadim.
“Karena kalamullah itu qadim dan ilmu Allah itu tidak menunggu terhadap terjadinya sesuatu maka kita mengambil Umumil-Lafdzi bukan Khususis-Sabab, karena hakikat sebab ini hanya juzun min ajzai mutakallam bih (juz dari bagian yang dibicarakan), bukan penyebab.” Jelas beliau panjang lebar. Oleh karenanya Allah sering menggunakan lafadz umum. Seperti ayat:
إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَىٰ أَن رَّآهُ اسْتَغْنَىٰ
Menurut keterangan Gus Baha, khitab ayat ini adalah kepada Abu Jahal, karena sebab turunnya ayat ini adalah perilaku Abu Jahal. Tapi apakah sifat demikian tertentu pada Abu Jahal saja. Tentu siapapun yang merasa tidak butuh pada orang lain pasti dengan sendirinya akan Thagha (kewalahan). Jadi bukan hanya Abu Jahal yang memiliki watak seperti itu dengan meninjau keumuman lafadz ayat tersebut. Karena jika meninjau kekhususan ayat tersebut, yakni pada Abu Jahal, tentu tidak akan ada orang selain Abu Jahal yang bersifat demikian.
Baca juga: Bahas Film The Santri, Ust. Nahdlor Tsana’i: Santri Tidak Seperti Itu!
Acara ini merupakan kali kedua beliau datang ke Sidogiri dan akan berlangsung setiap bulannya dengan kajian yang berbeda.
_________
Penulis: Kanzul Hikam
Editor: Saeful Bahri bin Ripit
[…] Kuliah Syariah dalam hal ini Lembaga Penelitian Studi Islam (LPSI) kembali menggelar acara diskusi panel Forum Kajian (FK) Sejarah, Sabtu (14/01). Pengurus memilih Ust. Moh. Yasir sebagai narasumber yang dinilai pakar dalam ilmu sejarah. Acara tersebut dihadiri oleh seluruh anggota FK dan bertempat di ruang auditorium sekretariat lt II Pondok Pesantren Sidogiri. […]