BeritaUnggulan

Posisi dan Potensi Sastra Pesantren

“Jika kalian membaca sastra umum, maka hal pertama kali yang akan tertangkap adalah keadaan yang sudah lumrah kita dengar. Beda hal dengan sastra pesantren yang dituliskan oleh seorang ustaz, maka akan mengarah pada suatu kebiasaan di pesantren, terlebih dalam hal keagamaan,” ungkap Mas M. Syamsul Arifin Munawwir, M. Psi, M.H, ketika mengisi acara “Ngopi Sastra” yang diadakan oleh Jamiyah Sastra pada malam Rabu (28/10).

Mas Syamsul Arifin Munawir sebagai motivator kepada santri untuk selalu semangat dalam berkarya.

Sastra pesantren, menurut KH. D Zawawi Imron, sudah ada sejak pertama kali Islam masuk ke Indonesia, sekitar abad ke-12 M. Namun menurut Roni Tabroni, Sastra Pesantren ada sejak abad ke-15, yaitu masa Wali Songo, misalnya Sunan Bonang. Beliau membuat karya tembang Tombo Ati yang saat ini Opick dendangkan. Kemudian kita akan sering temukan tema kesufian yang berbalut dengan fungsi sosial-keagamaan, seperti karya-karya KH Mustofa Bisri, Acep Zamzam Noor, novelis Habiburahman El-Shirazy dan Mas d Nawawy Sadoellah dari Sidogiri.

Definisi Sastra Pesantren Menurut KH. Abdurrahman Wahid dalam Sunyoto (2012), memiliki dua pengertian;

  1. Karya-karya sastra yang mengeksplorasi (menceritakan) kebiasaan-kebiasaan pesantren.
  2. Ada corak psikologi pesantren dengan struktur agama (warna religius) yang kuat.

Sedangkan menurut Syarif Hidayat Santoso (Kompas Jawa Timur, 2005) bahwa istilah “Sastra Pesantren” menunjuk pada setidaknya tiga pengertian: (1) Sastra yang hidup di pesantren (2) Sastra yang ditulis oleh orang-orang (kiai, santri, alumni) pesantren; (3) Sastra yang bertemakan pesantren.

Sastra pesantren memiliki tujuan;

  • Sebagai penyaluran bakat dan minat di bidang sastra
  • Sebagai latihan untuk meningkatkan kemampuan menulis
  • Sebagai alat dakwah
  • Sebagai manifestasi cinta kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Kiai dan Orangtua

Pernah suatu ketika Mas Syamsul, sapaan akrabnya, menulis puisi ketika ditinggal wafat oleh al-Marhum KH. Abdul Alim bin Abdul Jalil (kakak Pengasuh PPS sekarang). “Saya pernah merasakan sebuah kehilangan, yaitu ketika Kiai Lim (sapaan akrabnya), wafat. Langsung saya buat puisi dan alhamdulillah termuat di media cetak, dan sampai sekarang saya masih terus terkenang jika membaca puisi itu,” ungkap pria yang pernah menjadi Pemimpin redaksi Buletin Sidogiri (Sidogiri Media) ini.

Sastra pesantren terbagi menjadi beberapa jenis;

  • Puisi, syair, nadzom
  • Cerpen
  • Novel
  • Humor
  • Fiksi sejarah

Penulis sastra pesantren dan karyanya;

  • Sunan Bonang, penulis tembang keislaman Tombo Ati, dll.
  • Pangeran Diponegoro, penulis Babad Diponegoro.
  • Prof. Dr. KH. Hamka, penulis novel.
  • KH. Ali Manshur, penulis syair Shalawat Badar.
  • KH. Mustofa Bisri, penulis puisi, cerpen, dan esai.
  • Mas Dwy Sadoellah, penulis puisi dan esai, serta inspirator santri menulis, dari Pondok Pesantren Sidogiri.

Posisi sastra pesantren;

  • Menurut Dr. Fadlil Munawwar Manshur (2017) Sastra pesantren, sebagai bagian dari sastra Islam, termasuk genre sastra yang menarik karena seiring dengan kedudukan dan fungsi pesantren itu sendiri sebagai subkultur dalam universum kebudayaan Indonesia.
  • Akan tetapi, pesantren sebagai institusi kultural yang melahirkan karya sastra pesantren sampai saat ini belum mendapat perhatian yang memadai dari para pemerhati, kritikus, dan ahli sastra, padahal tidak sedikit karya sastra pesantren yang menguatkan dan mengembangkan budaya.

Potensi sastra pesantren;

  • Semangat keislaman dan hijrah meningkat, sehingga karya ilmiah dan karya sastra yang islami semakin dicari dan semakin berpengaruh.
  • Kaum pesantren sudah terbiasa dengan karya-karya sastra di pesantren, berupa syair dan nazham, juga sudah terbiasa dengan kisah dan sejarah.
  • Di pesantren ada pelajaran ilmu sastra, yaitu Balaghah; pelajaran nada dan irama syair, Arudh; dan pelajaran logika dan argumentasi, yaitu Manthiq.

Dengan demikian kaum pesantren berpotensi besar untuk menulis karya sastra. Dan hasil karyanya berpotensi besar untuk banyak dibaca dan berpengaruh luas.

Cara mengembangkan sastra pesantren;

  • Mengembangkan sastra pesantren bisa dengan dua cara pendekatan:
  • Menulis karya sastra umum yang bernafaskan agama. Seperti Hamka menulis novel cinta yang bernafaskan agama.
  • Menulis tentang agama dalam bentuk karya sastra. Seperti Gus Mus menulis tentang pengamalan tasawuf dalam bentuk puisi dan cerpen.

Peningkatan kualitas;

  • Ada ilmu menulis, ada seni menulis. Keduanya perlu dikuasai.
  • Orang yang tidak membaca, tidak bisa menulis. Maka perlu banyak membaca, agar kemampuan menulis dan kualitas tulisan meningkat.
  • Belajarlah dari tulisan orang lain, dan belajarlah dari orang lain.
  • Tulislah dengan pikiran dan perasaan, sepenuh hati. Apa yang keluar dari hati akan masuk ke dalam hati.
  • Tulislah tanpa takut salah. Setelah jadi, bisa diedit dan diedit lagi. Seperti Chairil Anwar.
  • Kirim ke media lokal, media nasional, media cetak, dan media online. Tingkatkan terus kemampuan menulis.

Usakahan tulisan yang telah jadi dikoreksi kepada orang yang lebih ahli. Seperti penyair Khoiril Anwar dengan puisinya yang fenomenal berjudul “Aku”. Puisi itu mengalami banyak perubahan sebelum disuguhkan ke tengah-tengah masyarakat, dan hasilnyapun memuaskan.

Peningkatan kuantitas;

  • Bawalah selalu alat tulis. Menulislah kapanpun dan dimanapun.
  • Tulislah catatan harian tentang pengalaman, pikiran, dan perasaan.
  • Carilah inspirasi dari mana saja. Bila perlu, lakukan perjalanan, mengobrol, berdiskusi, membaca, merenung, memerhatikan dan memotret sekitar, mengkhayal, bermimpi, dll.
  • Ciptakan kondisi yang kondusif untuk menulis. Cari waktu favorit, tempat favorit, keadaan yang penuh cinta, penuh derita, atau penuh penyesalan taubat, dll.
  • Buatlah target dalam menulis. Misalnya, menulis setiap hari, setiap pekan, dll, berusaha agar tulisan masuk ke media, menulis yang banyak agar nanti bisa dibukukan.

Ingat penulis besar itu selalu membawa alat tulis termasuk buku harian. Segala apa yang berada dalam pikiran, mereka tuangkan dalam setiap lembaran. Entah kejadian sepele terlebih hal yang menakjubkan, seperti bermimpi bertemu seorang Kiai atau ulama besar.

Kemudian perlu diingat bahwa setiap sesuatu itu memiliki ketertarikan tersendiri, termasuk tulisan. Sebagaimana hadis;

ان من البيان لسحرا

Sesungguhnya di antara kata kata ada yang berpengaruh sebagaimana sihir. (HR. Bukhari-Muslim)

Itulah karyanya para penyair dan sastrawan.

________

Penulis: Nur Hudarrohman

Editor: Saeful Bahri bin Ripit

Shares:
Show Comments (1)

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *