BeritaUnggulan

Jaga Jarak Dengan Guru, Agar Selamat Rasa Hormat

“Jaga rasa hormat kepada guru itu penting. kata orang dulu, kalau mau mondok terlalu lama, bisa jadi orang yang ‘karep dibik’ (semena-mena, Red), sampai hilang rasa hormatnya,” ungkap Habib Sholeh bin Ali Zianal Abidin dari Banyuwangi, ketika menjadi muhadir pada acara Tauiyah, malam Selasa (17/11).

Habib Sholeh bin Ali Zianal Abidin dengan khidmah menyampaikan mauidhah pada segenap murid MMU Aliyah, Kuliah Syariah dan Guru.

Begitu banyak tempat untuk mencari ilmu, tetapi belum menentukan kualitas ilmu itu sendiri. Hal yang paling urgen adalah, bagaimana sekiranya bisa menemukan sumber yang tepat dalam menuntut ilmu, atau yang sanadnya sambung sampai Baginda Nabi Muhammad SAW. Setelah menemukan sumber yang tepat, langkah selanjutnya, bagaimana sekiranya kita bisa menjauhi hal-hal yang dapat merusak kredibelitas ilmu itu sendiri.

“Berkurangnya rasa hormat bisa terjadi, tatkala tertalu lama berkumpul dengan guru”.

Realitanya, keseringan berkumpul dengan guru, merupakan hal bagus. Namun di sisi lain ada hal yang buruk, yaitu berkurangnya rasa hormat kepadanya. Sebagaimana ucapan para ulama ‘Al qurbu hijab’, dekat menjadi satir (penghalang). Maksudnya, ucapan itu menjadi bahasa peringatan bagi orang-orang yang sudah dekat dengan guru atau orang soleh. Contoh, ada seorang yang dekat dengan Wali Allah. Setiap hari berkumpul dengannya, sedangkan wali itu sendiri manusia, dan pasti memiliki sifat kemanusiaan. Pasca kedekatannya, pada akhirnya sifat keistimewaan Wali tersebut tertutup dengan sifat kemanusiaannya. Maka dia merasa bahwa yang dilakukan Wali tadi juga dilakukan oleh dirinya. Jadi tidak ada yang istimewa dalam diri Wali tersebut.

“Sangat penting menjaga hati, supaya tidak berkurang rasa hormat terlebih pada seorang guru”.

Banyak orang terdahulu berpesan kepada anaknya yang ingin menuntut ilmu, untuk tidak terlalu lama, karena dikhawatirkan rasa takdzim mereka akan pupus ditelan masa. Termasuk juga contoh dimana seorang itu akan hilang rasa takdzimnya, ketika ia sering berkumpul dengan kedua orang tua. Telah kita ketahui betapa besar kemulian kedua orang tua. Nabi Muhammad sering mengungkit betapa agungnya kedudukan kedua orang tua. Tidak ada kedudukan tertinggi melainkan kedudukan kedua orang tua bagi anaknya. Namun keseringan berkumpul, rasa hormat dan takdzim akan berkurang, bahkan ayah ibu mereka akan dianggap lebih rendah karena kualitas yang begitu minim. Akhirnya lupa pada kemulian mereka berdua, sampai tak jarang banyak anak yang durhaka kepada kedua orang tua.

Namun jika bisa menjaga hati, maka tak ada masalah jarak antara seorang guru dan muridnya. Bahkan dengan beliau Baginda Nabi sekalipun. Seperti dialog salah seorang Shahabat dengan Sayyidina Abbas. Beliau ditanyakan lebih tua mana ia dengan Nabi. Memang hanya pertanyaan biasa, Namun karena redaksi pertanyaannya menggunakan kata ‘Akbar’, beliau menjawab, ‘Rasulullah akbar Minni, wa laaqinni wulidtu qoblah’ (Rasulullah itu lebih besar dari pada saya, hanya saja saya lahir terlebih dahulu).
Padahal umur beliau dengan Nabi terlampau jauh sekitar 2 atau tiga tahun. namun jawaban beliau sangat mengandung rasa takdzim kepada Nabi Muhammad SAW.

Coba teliti bahwa, banyak orang-orang yang secara jarak mereka jauh, tapi penghormatan mereka kepada para kiai maupun wali luar biasa. Karena dengan begitu mereka bisa menjaga hati unutk selalu menanamkan rasa hormat. Namun hal ini, tidak menutup kemungkinan orang yang dekat dengan guru bisa saja lebih takdzim dan hormat. Seperti cerita Sayyidina Abbas tadi. Dan pada intinya jaga jarak dengan guru itu perlu, guna selamat rasa hormat, terlebih dikala belajar mengajar.

Penulis: Nur Hudarrohman

Editor: Saeful Bahri bin Ripit

Shares:
Show Comments (3)

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *